Selamat Datang di Media Online Ibnu Mas'ud...............Pemilik Media Online ini adalah H. Muh. Chaeruddin, Penyuluh Agama Islam Fungsional Kecamatan Depok Kabupaten Sleman...............Silakan Isi Buku Tamu terlebih Dahulu dan Tinggalkanlah Pesan Anda.............Terimakasih atas Kunjungan Anda, Semoga Bermanfaat, Amien.

Senin, 11 Oktober 2010

MEMAHAMI HAKEKAT IBADAH

MEMAHAMI HAKEKAT IBADAH
Oleh : H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
Dalam menjalani kehidupan yang sangat singkat ini, hendaknya setiap insane beriman selalu berusaha menjernihkan hati, meningkatkan tafakkur tentang tujuan hidup yang hakiki, yakni lebih meningkatkan ketaqwaan dan pengabdian kepada Allah, baik dalam bentuk kesalehan ritual maupun sosial. Dengan cara inilah manusia dapat mengisi kehidupan ini dengan nilai-nilai yang semestinya, serta mendapatkan arti hidup yang sesungguhnya. Dan senantiasa berusaha untuk menjalani misi kehidupan yang sesungguhnya tanpa mengenal lelah, yaitu dengan nilai-nilai ketaqwaan kepada Allah swt.
Islam telah mensyari’atkan beberapa bentuk ibadah ritual yang seharusnya selalu dilakukan oleh setiap orang. Ada ibadah yang sifatnya harian, mingguan, bulanan atau tahunan dan ada pula bentuk ibadah yang wajib dilakukan sekali seumur hidup. Ibadah yang sifatnya harian misalnya shalat wajib lima waktu, sedangkan yang bersifat mingguan misalnya shalat Jum’at sebagaimana yang dilakukan oleh umat Islam selama ini. Adapun yang bersifat bulanan atau tahunan misalnya puasa di bulan Ramadhan, shalat Idul Fitri, shalat Idul Adha. Dan ada pula ibadah yang wajib sekali dalam seumur hidup, yaitu ibadah haji bagi yang mampu. Selain daripada itu, masih banyak bentuk-bentuk ibadah lain yang sifatnya tidak terikat oleh waktu, seperti halnya beri’tikaf, berdzikir, membaca Al-Qur’an, berbuat baik, beramal sholeh dan lain sebagainya yang bersifat ibadah ritual maupun ibadah sosial.
Allah SWT tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56)
Lantas apa sesungguhnya hakekat ibadah itu? Sementara banyak orang yang masih beranggapan bahwa yang dinamakan ibadah hanyalah mengerjakan shalat, zakat, puasa dan haji. Sedangkan kegiatan yang lain mereka masih ragu untuk mengatakan sebagai ibadah.
Dalam hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Ta’miyah memberikan pandangan tentang ibadah secara luas dan dalam. Menurutnya, arti ibadah menurut bahasa adalah sikap taat dan tunduk secara maksimal. Sedangkan dalam ibadah terdapat suatu unsur yang sangat penting dan dominan, yaitu unsur cinta yang fitri, yang dalam hal ini tanpa unsur emosi yang menyertai. Hakikat ibadah yang menjadi tujuan daripada penciptaan manusia memang sulit dan berat untuk diwujudkan. Sebagaimana pandangan Ibnu Taimiyah berikut ini:
”Ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi oleh Allah SWT, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang zhahir maupun yang batin.”
Pada hakekatnya ibadah yang diperintahkan oleh Allah itu meliputi makna merendah diri secara khusu’, khudhu’ dan merunduk dengan penuh kecintaan yang mendalam kepada-Nya. Karena substansi dan esensi cinta itu sesungguhnya adalah pengabdian dan pengorbanan secara tulus ikhlas. Kedalaman dan kesempurnaan cinta itu hanya patut diberikan kepada Allah SWT semata. Kecintaan kepada yang selain Allah, harus diletakkan dan diposisikan di bawah kecintaan kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ وَاللّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri , kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA". (QS. At-Taubah : 24)
Setiap amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia untuk keperluan hidupnya, dan usaha-usaha yang dikerjakan untuk kepentingan keluarganya dapat bernilai ibadah demikian pula perwujudan sarana-sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Para pegawai, para karyawan, buruh, para petani, para pedagang, pengusaha dan para pelajar dapat menjadikan pekerjaan dan segala aktivitasnya itu sebagai ibadah selama mau berpegang teguh pada ketentuan-ketentuan syari’at, yaitu :
1. Setiap pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan harus disertai dengan niat yang suci, yaitu niat yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Makan dan minum dapat bernilai ibadah bila diniatkan agar dirinya sehat dan kuat sehingga dapat mengabdi dan beribadah kepada Allah. Bekerja ynag halal dapat bernilai ibadah bila dilakukan karena Allah, untuk mencari nafkah buat diri, istri, anak dan keluarganya sehingga mampu bertahan hidup untuk beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT.
2. Setiap pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan tidak melanggar batas-batas yang ditentukan dalam syari’at, tidak berlaku zalim, tidak disertai menipu-menipu, tidak berdusta, tidak merampas hak-hak orang lain dan tidak berkhianat.
3. Setiap pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan, hendaklahdilaksanakan dengan baik, sungguh-sungguh dan profesional dengan tetap menjaga sportivitas dan akhlaqul karimah. Rasulullah SAW bersabda :
”Sesungguhnya Allah menyukai seseorang diantara kamu yang ketika mengerjakan sesuatu perkara, dilakukan dengan tekun dan teliti.” (HR. Baihaqi)
4. Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan itu bukan termasuk yang dilarang dalam islam, seperti perdagangan minuman keras, prostitusi, melakukan riba, dan hal-hal lainnya yang dilarang menurut islam. Bekerja dan beraktivitas pada hal-hal yang dialrang dalam agama tersebut bukan termasuk ibadah walaupun diniatkan untuk mencari nafkah buat anak dan istri, untuk beramal dan bersedekah dari hasil karyanya itu.tetapi semua itu merupakan kedurhakaan dan kemaksiatan serta kekejian yang berdosa besar.
5. Semua pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan jangan sampai melalaikannya dari mengingat Allah SWT. Disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT, berfirman :
رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاء الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْماً تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
”Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”(QS. An-Nuur : 37)
Dan firman Allah SWT
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
”Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.”(QS. Al-Munafiqun : 9)
Setiap aktivitas yang dilakukan dengan tetap memperhatikan hal-hal tersebut, maka apa yang dilakukan itu, bermakna dan bernilai ibadah. Sehingga dengan demikian semua aktifitas tersebut telah memenuhi panggilan Allah, sesuai dengan tujuan penciptaan manusia dan jin, yaitu untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa ibadah atau menyembah kepada Allah SWT adalah tugas pokok dalam kehidupan manusia di dunia ini. Ibadah dalam arti yang luas baik yang berdimensi ritual mahdhah maupun ibadah sosial, yang dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syari’at, secara tulus ikhlas demi mengabdi kepada Allah dengan penuh kecintaan kepada-Nya.
Namun demikian pengabdian dan ibadah yang telah dilakukannya itu bukanlah demi kepentingan Allah, melainkan untuk kepentingan diri mereka sendiri. Betapapun seluruh manusia dan jin itu berpaling dan tidak mau menyembah kepada Allah, berpesta pora dan tenggelam dalam kedurhakaan dan kemaksiatan, Allah tidak akan rugi, dan tidak akan mengurangi keagungan dan kemuliaan-Nya sedikitpun. Karena Dia adalah Tuhan Yang Maha Mulia dan Maha Kuasa. Kemaha muliaan dan kekuasaan-Nya tidak tergantung pada ketaatan dan kebaktian hamba-Nya.
Pujian manusia yang dipanjatkan kepada Allah tidak akan menambah kekuasaan-Nya.dan keingkaran manusia atas Allah juga tidak akan mengurangi kekuasaan-Nya. Sebab, Allah yang memiliki segalanya, Allah Maha Kaya, Allah tidak membutuhkan hamba-Nya, namun hamba-Nyalah yang akan membutuhkan kemurahan-Nya.
Disebutkan di dalam hadits shahih muslim, Allah SWT berfirman :
”Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu tidak akan bisa sampai kepada membahayakan Aku, lalu kamu akan memberi bahaya kepada-Ku. Dan kamu tidak akan bisa sampai memberi manfaat kepada-Ku, lalu kamu akan memberikan manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, seandainya kamu semua dari yang paling awal hingga yang paling akhir, manusia maupun jin seluruhnya sangat taqwa(kepada-Ku), maka yang demikian itu tidak akan menambah karajaan(kekuasaan)-Ku sedikitpun. Demikian pula sebaliknya, wahai hamba-Ku, seandainya kamu semua dari yang paling awal hingga yang paling akhir, manusia maupun jin seluruhnya sangat durhaka, maka yang demikian itu pun tidak akan mengurangi kerajaan(kekuasaan)-Ku sedikitpun.”(HR. Muslim)
Allah adalah Dzat yang Maha Pengasih, Pemurah dan Penyayang yang tidak akan menyuruh hamba-Nya berbuat sesuatu, melainkan di dalamnya ada kebaikan dan kemaslahatan bagi hamba itu sendiri.
Setiap perbuatan yang dilakukan manusia baik ayng baik maupun yang buruk tidak berimplikasi apapun kepada Allah, tetapi semua itu, akan kembali dan diperhitungkan buat manusia itu sendiri.
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاء فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
”Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh Maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya.”(QS. Fushilat : 46)
Demikianlah, semoga tulisan ini dapat menjadi bahan bacaan yang berguna bagi keselamatan bersama menuju keridhaan Allah. Semoga kita mampu menjalani dan mengisi sisa kehidupan ini dengan pengabdian dan kebaktian kepada Allah SWT secara tulus ikhlas karena cinta kepada-Nya. Sehingga kita selalu mendapatkan rahmat, anugerah dan ridha-Nya, bahagia di dunia dan di akhirat, aamiin, aamiin, aamiin, yaa mujiibas-saa_iliin…….

Tulisan Lain Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan kritik dan saran! Terimakasih.