ISTIGHFAR DAN TAUBAT ADALAH KUNCI PEMBUKA RIZKI DAN KEBERKAHAN DARI ALLAH SWT.
Oleh: H. Muh Chaeruddin Ibnu Mas’ud
A. PENDAHULUAN
Menggapai kesejahteraan hidup dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia merupakan satu keharusan disamping merupakan idaman setiap orang yang sehat akal fikirnya juga merupakan anjuran langsung dari Allah SWT. sebagaimana telah difirmankan oleh-Nya yang berbunyi :
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QWS. Al-Qashash:77)
Untuk menggapai kesejahteraan hidup maka setiap harus mampu memanfaatkan waktu untuk menyibukkan diri mencari rizki, karena mencari rizki juga merupakan keharusan yang diperbolehkan dalam Islam selama pemnuhan hajad dan pamanfaatannya adalah dalam rangka memenuhi kewajiban kepada Allah SWT.
Dalam pandangan masyarakat sekuler (baik dari kalangan umat Islam maupun non Islam) ada pandangan bahwa jika seseorang berpegang teguh kepada ajaran Islam akan mengurangi kesempatan memenuhi kebutuhan rizki karena mereka akan selalu disibukkan oleh keharusnya melaksanakan ajaran agama secara ketat, sementara ada juga yang berpandangan bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya mereka mau menutup mata dari ketentuan syari’at Islam terutama berkenaan dengan ketentuan hukum HALAL dan HARAM.
Allah mensyari’atkan agama-Nya bukan saja sebagai petunjuk bagi umat manusia agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup di akhirat, tetapi jua untuk membimbing manusia dengan PETUNJUK-NYA agar mereka bisa mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia secara wajar, sehat dan berkwalitas sebagai jembatan untuk menggapai kedua-duanya. Sesungguhnyalah hidup di dunia ini ibarat memanfaatkan lading akhirat secara tepat guna dan berhasil guna. Bahkan Rasulullah SAW. sendiri selalu memohon kepada Allah SWT. agar di karuniai kebaikan (kebahagiaan hdiup) di dunia dan juga kebaikan (kebahagiaan hdiup) di akhirat :
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik RA, menyatakan :
Allah dan Rasul-Nya tidak akan meninggalkan umat manusia (Islam) tanpa petunjuk dalam kegelapan dan keraguan dalam usaha mencari rizki. Tetapi sebaliknya Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan bagaimana cara mendapatkan rizki dengan wajar, sehat dan berkualitas (barakah), dan semuanya telah diatur dan dijelaskan dalam PEDOMAN HIDUP YANG ABADI yakni AL-QUR’AN dan AS-SUNNAH. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan jalan untuk mendapatkan rizki yang menjadi kebutuhan pokok dalam memenuhi hajad hidupnya dari segala arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan dari bumi, dan Rasul-Nya pun telah menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rizki.
Firman Allah SWT:
B. ISTIGHFAR DAN TAUBAT SEBAGAI KUNCI PEMBUKA PINTU RIZKI
Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah ISTIGHFAR (memohon ampun) dan TAUBAT kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh yang berkata kepada kaumnya :
Yang dimaksud istighfar dan taubat dalam hal ini bukan hanya sekedar apa yang diucapkan lisan saja, yang tidak membekas d dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh pada perbuatan badan. Tetapi yang dimaksud dengan istighfar adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “meminta ampun dengan disertai ucapan dan perbuatan, bukan sekedar lisan semata”. Jadi istighfar adalah aplikasi dari apa yang ada di dalam hati yang diikrarkan dengan lisan, sehingga ada keterpaduan antara APA YANG BERSEMAYAM DI HATI, DIUCAPKAN LISAN, dan DIUJUDKAN DENGAN PERBUATAN NYATA.
Sedangkan makna taubat sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena keburukannya,enyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat hal tersebut telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.
Imam An-Nawawi menjelaskan di dalam Kitab Riyadhus Shalihin bahwa : “Para Ulama berkata: ~ “Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak sesama manusia, maka syaratnya ada tiga :
2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
Jika salah salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah (tidak bisa dikatakan taubat dalam arti yang sesungguhnya)
Apabila taubatnya itu berkaitan dengan hak sesama manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas di tambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya, dan jika berupa ghibab (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Makna taubat secara lafzhiyah adalah kembali. Sedangkan makna secara syar’i ada dua pengertian yakni:
1. Kembali ke jalan Allah setelah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam menjalani hidup dan kehidupan, atau kembali kepada fithrahnya sebagai makhluk beragama yang memiliki nilai-nilai ketaatan kepada Allah, yang ber-susila, bermartabat tinggi serta memiliki nilai-nilai sosial (lihat Memahami Hakikat Makna Fithrah pada tulisan terdahulu).
2. Kembali kepada kesucian setelah dirinya banyak bergelimang dengan dosa karena banyak melakukan kesalahan, kemaksiatan, kemunkaran dan kebathilan atau kembali ke fithrah sebagai makhluk yang suci.
C. KEUTAMAAN ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: ”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya, niscaya ia akan memperbanyak rizki kalian, Dia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak keturunan untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun untuk kalian”
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shahih, bahwasanya ia berkata: ”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain mengadu kepada beliau tentang kemiskinan, beliau-pun berkata kepada orang itu, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain lagi berkata kepada beliau, ”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar DIA memberiku anak!”, maka beliau mengatakan kepada orang tersebut, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya, maka beliau mengatakan (pula), ” Beristighfarlah kepada Allah!”.
Di ayat yang lain Allah mengisahkan tentang seruan Nabi Hud AS kepada kaumnya agar beristighfar, sebagaimana bunyi ayat berikut ini :
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi (saat itu juga). Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya”.
Dan pada surat Hud ayat yang lainnya lagi Allah juga menerangkan :
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa-I, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda:
Dalam hadits ini<>
Untuk menggapai kesejahteraan hidup maka setiap harus mampu memanfaatkan waktu untuk menyibukkan diri mencari rizki, karena mencari rizki juga merupakan keharusan yang diperbolehkan dalam Islam selama pemnuhan hajad dan pamanfaatannya adalah dalam rangka memenuhi kewajiban kepada Allah SWT.
Dalam pandangan masyarakat sekuler (baik dari kalangan umat Islam maupun non Islam) ada pandangan bahwa jika seseorang berpegang teguh kepada ajaran Islam akan mengurangi kesempatan memenuhi kebutuhan rizki karena mereka akan selalu disibukkan oleh keharusnya melaksanakan ajaran agama secara ketat, sementara ada juga yang berpandangan bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan ekonomi hendaknya mereka mau menutup mata dari ketentuan syari’at Islam terutama berkenaan dengan ketentuan hukum HALAL dan HARAM.
Allah mensyari’atkan agama-Nya bukan saja sebagai petunjuk bagi umat manusia agar tercapai kebahagiaan dan kesempurnaan hidup di akhirat, tetapi jua untuk membimbing manusia dengan PETUNJUK-NYA agar mereka bisa mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia secara wajar, sehat dan berkwalitas sebagai jembatan untuk menggapai kedua-duanya. Sesungguhnyalah hidup di dunia ini ibarat memanfaatkan lading akhirat secara tepat guna dan berhasil guna. Bahkan Rasulullah SAW. sendiri selalu memohon kepada Allah SWT. agar di karuniai kebaikan (kebahagiaan hdiup) di dunia dan juga kebaikan (kebahagiaan hdiup) di akhirat :
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik RA, menyatakan :
كَانَ اَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ : رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Al-Baqarah:201)Allah dan Rasul-Nya tidak akan meninggalkan umat manusia (Islam) tanpa petunjuk dalam kegelapan dan keraguan dalam usaha mencari rizki. Tetapi sebaliknya Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan bagaimana cara mendapatkan rizki dengan wajar, sehat dan berkualitas (barakah), dan semuanya telah diatur dan dijelaskan dalam PEDOMAN HIDUP YANG ABADI yakni AL-QUR’AN dan AS-SUNNAH. Sekiranya ummat ini mau memahami dan menyadarinya, niscaya Allah akan memudahkan jalan untuk mendapatkan rizki yang menjadi kebutuhan pokok dalam memenuhi hajad hidupnya dari segala arah, serta akan dibukakan untuknya keberkahan dari langit dan dari bumi, dan Rasul-Nya pun telah menjelaskan tentang berbagai sebab di atas dan meluruskan pemahaman yang salah dalam usaha mencari rizki.
Firman Allah SWT:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُواْ وَاتَّقَواْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَـكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS.Al-A’raf:96)B. ISTIGHFAR DAN TAUBAT SEBAGAI KUNCI PEMBUKA PINTU RIZKI
Di antara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah ISTIGHFAR (memohon ampun) dan TAUBAT kepada Allah. Sebagaimana firman Allah tentang Nabi Nuh yang berkata kepada kaumnya :
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً * يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً * وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً *
“maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, --sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun--, * niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, * dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.* (QS. Nuh:10-12)Yang dimaksud istighfar dan taubat dalam hal ini bukan hanya sekedar apa yang diucapkan lisan saja, yang tidak membekas d dalam hati sama sekali, bahkan tidak berpengaruh pada perbuatan badan. Tetapi yang dimaksud dengan istighfar adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah “meminta ampun dengan disertai ucapan dan perbuatan, bukan sekedar lisan semata”. Jadi istighfar adalah aplikasi dari apa yang ada di dalam hati yang diikrarkan dengan lisan, sehingga ada keterpaduan antara APA YANG BERSEMAYAM DI HATI, DIUCAPKAN LISAN, dan DIUJUDKAN DENGAN PERBUATAN NYATA.
Sedangkan makna taubat sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ar-Raghib Al-Asfahani adalah meninggalkan dosa karena keburukannya,enyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha melakukan apa yang lebih baik (sebagai ganti). Jika keempat hal tersebut telah dipenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna.
Imam An-Nawawi menjelaskan di dalam Kitab Riyadhus Shalihin bahwa : “Para Ulama berkata: ~ “Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak sesama manusia, maka syaratnya ada tiga :
أَحَدُهَا أَنْ يَقْلَعَ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, وَالثَّانِي أَنْ يَنْدَمَ عَلَى فِعْلِهَا, وَالثَّالِثُ أَنْ يَعْزَمَ أَنْ لاَ يَعُوْدَ إِلَيْهَا أَبَدًا
1. Hendaknya ia harus menjauhi maksiat tersebut.2. Ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya.
3. Ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi.
Jika salah salah satu syarat hilang, maka taubatnya tidak sah (tidak bisa dikatakan taubat dalam arti yang sesungguhnya)
Apabila taubatnya itu berkaitan dengan hak sesama manusia maka syaratnya ada empat, yaitu ketiga syarat di atas di tambah satu, yaitu hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang lain. Jika berupa harta benda maka ia harus mengembalikan, jika berupa had (hukuman) maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalas atau meminta maaf kepadanya, dan jika berupa ghibab (menggunjing), maka ia harus meminta maaf.
Makna taubat secara lafzhiyah adalah kembali. Sedangkan makna secara syar’i ada dua pengertian yakni:
1. Kembali ke jalan Allah setelah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan dalam menjalani hidup dan kehidupan, atau kembali kepada fithrahnya sebagai makhluk beragama yang memiliki nilai-nilai ketaatan kepada Allah, yang ber-susila, bermartabat tinggi serta memiliki nilai-nilai sosial (lihat Memahami Hakikat Makna Fithrah pada tulisan terdahulu).
2. Kembali kepada kesucian setelah dirinya banyak bergelimang dengan dosa karena banyak melakukan kesalahan, kemaksiatan, kemunkaran dan kebathilan atau kembali ke fithrah sebagai makhluk yang suci.
C. KEUTAMAAN ISTIGHFAR DAN TAUBAT
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (surat Nuh: 10-12) berkata: ”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya, niscaya ia akan memperbanyak rizki kalian, Dia akan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, melimpahkan air susu, memperbanyak harta dan anak keturunan untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya terdapat macam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai diantara kebun-kebun untuk kalian”
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shahih, bahwasanya ia berkata: ”Ada seorang laki-laki mengadu kepada Imam Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain mengadu kepada beliau tentang kemiskinan, beliau-pun berkata kepada orang itu, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Yang lain lagi berkata kepada beliau, ”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar DIA memberiku anak!”, maka beliau mengatakan kepada orang tersebut, ” Beristighfarlah kepada Allah!”. Dan yang lainnya lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya, maka beliau mengatakan (pula), ” Beristighfarlah kepada Allah!”.
Di ayat yang lain Allah mengisahkan tentang seruan Nabi Hud AS kepada kaumnya agar beristighfar, sebagaimana bunyi ayat berikut ini :
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَى قُوَّتِكُمْ وَلاَ تَتَوَلَّوْاْ مُجْرِمِينَ
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS. Hud:52)Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini menyatakan: “Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar sehingga dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan bertaubat untuk waktu yang mereka hadapi (saat itu juga). Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya”.
Dan pada surat Hud ayat yang lainnya lagi Allah juga menerangkan :
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ وَإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنِّيَ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ
“003. dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud:3)
Imam AL-Qurthubi mengatakan: “Inilah buah istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberikan kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Allah tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang telah dilakukannya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian”.“003. dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. Jika kamu, mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat.” (QS. Hud:3)
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, An-Nasa-I, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda:
مَنْ أَكْثَرَ اْلإِسْتِغْفَارُ (وَفِى رِوَايَةٍ أَخَرَ مَنْ لَزِمَ اْلإِسْتِغْفَارُ) جَعَلَ الله ُمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ.
“Barang siapa memperbanyak istighfar (dalam riwayat yang lain: Barang siapa membiasakan istighfar), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberikan rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.”.Dalam hadits ini<>
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً عَسَى رَبُّكُمْ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS. At-Tahrim:8)
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peningkatan kwalitas diri menuju peningkatan ketaqwaan pasca ramadhan sebagai upaya menjaga keistiqamahan sebagai hamba Allah
Terima kasih telah berkenan mambaca tulisan ini, semoga Allah SWT. memberkahi kita semua. Aamiin.......
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peningkatan kwalitas diri menuju peningkatan ketaqwaan pasca ramadhan sebagai upaya menjaga keistiqamahan sebagai hamba Allah
Terima kasih telah berkenan mambaca tulisan ini, semoga Allah SWT. memberkahi kita semua. Aamiin.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan berikan kritik dan saran! Terimakasih.